Taken From : Milis Asiforbaby
Sabtu, 5 Agustus, 2006 oleh: Siswono
Air Susu Ibu Versus Susu Botol
Gizi.net - Memberikan air susu ibu atau susu botol memang masih menjadi dilema berat bagi ibu bekerja. Namun, sejauh memungkinkan, para peneliti membuktikan bahwa memberikan susu murni alias ASI, kenyataannya jauh lebih menguntungkan dibanding dengan susu botol.
Salah satu penelitian menyebutkan, bayi yang mendapatkan air susu ibu (ASI) memiliki rasa aman lebih tinggi, terutama ketika tidur. Setidaknya, ia akan terbebas dari bahaya "tertindih".
Penjelasan itu dikemukakan Emma Kitching dari Universitas Durham kepada BBC News. Menurut dia, ibu yang memberikan ASI memiliki kewaspadaan lebih tinggi terhadap keamanan bayi. Secara alamiah ia akan menempatkan diri pada posisi yang aman bagi si bayi.
Dalam arti, secara tidak disadari, si ibu akan menempatkan diri pada posisi tidur yang "melingkari" si bayi. Ia melindungi si bayi dengan meletakkan kepala si bayi tepat di dada, kemudian "mengunci" si bayi dengan lutut yang diletakkan di bawah kaki mungil bayi.
Sementara ibu yang memberikan susu botol, tanpa disadari akan meletakkan diri sejajar dengan si bayi atau "adu kepala". Dalam arti, kepala si ibu berada tepat satu level dengan kepala si bayi. Lebih parah lagi, tak jarang pula si ibu justru mengambil posisi berbalik dan memunggungi si bayi.
Kesimpulan Emma Kitching diperoleh setelah meneliti sekitar 40 pasangan dan memfilmkan mereka sepanjang malam. Diperoleh kesimpulan, ibu yang memberi ASI secara otomatis akan menempatkan diri pada posisi yang paling aman bagi si bayi. Hal seperti ini, kata Kitching, tidak terjadi pada ibu yang memberi susu botol. "Ibu yang memberikan ASI akan lebih waspada dan selalu memberikan lingkungan yang protektif bagi si bayi," katanya.
Kedekatan sesungguhnya
BBC.co.uk mengatakan, sikap protektif akan muncul dengan sendirinya karena pada saat menyusui akan tercipta kedekatan yang sesungguhnya antara si ibu dan si bayi. Hal itu masih ditambah kontak fisik yang terjadi secara langsung antara ibu dan anak melalui belaian atau usapan lembut si ibu.
Ikatan perasaan yang begitu kuat ini akhirnya membuat hubungan ibu dengan si bayi terjalin secara alamiah. Selain itu, kondisi ini juga memungkinkan terjadinya rasa saling memahami meski keduanya menggunakan "bahasa" yang berbeda. Pada tahap ini pula komunikasi antara ibu dan anak akan tercipta dengan lebih baik.
Lebih jauh, para peneliti mengatakan, jika lebih banyak ibu yang memberikan ASI, setidaknya sekitar 10 hingga 15 persen masalah obesitas akan terkurangi. Karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan memberi ASI eksklusif selama enam bulan pertama. "Penemuan kami menunjukkan ASI berkaitan erat dengan menurunnya risiko kegemukan di masa kanak-kanak," kata Dr John Reilly, peneliti dari Fakultas Masalah Nutrisi Universitas Glasgow kepada BBC News.
Kesimpulan itu ia peroleh dengan meneliti 32.000 anak. Ditemukan obesitas pada anak-anak yang mendapatkan ASI 30 persen lebih rendah dibanding mereka yang tidak mendapat ASI. Penelitian yang dilakukan selama tiga tahun itu juga menunjukkan, 4,5 persen anak yang diberi susu botol akan mengalami obesitas pada umur lima atau enam tahun. Sedangkan kasus kegemukan pada bayi yang diberi ASI hanya sekitar 2,8 persen. BBC.co.uk menjelaskan, kurangnya risiko obesitas terjadi karena ASI secara otomatis membantu memobilisasi lemak yang tersimpan di dalam tubuh.
Sebelumnya, tahun 2001, mengutip jurnal American Medical Association, BBC mengatakan, bayi yang diberi ASI cenderung lebih langsing di masa remajanya nanti. "Karena itu, ASI juga potensial dan sangat berguna sebagai strategi populasi dalam mencegah obesitas," kata Dr John Reilly. Brenda Phipps dari National Childbirth Trust menegaskan, ASI masih tetap yang terbaik.
Alasan utama adalah karena ASI secara otomatis akan diproduksi oleh ibu yang melahirkan. Karena itu tidak harus dibeli. Kandungan dan nutrisi ASI ini sangat dibutuhkan oleh bayi pada enam bulan pertama. ASI mengandung antibodi yang membantu melindungi bayi dari infeksi. Antibodi ini sebenarnya diciptakan oleh si ibu sebagai respons atas kuman yang muncul di dalam ASI.
Karena itu, ASI sekaligus mengurangi risiko bayi terkena alergi seperti eksema, asma, diabetes anak-anak, serta infeksi telinga. Sementara bagi ibu, meski tidak berarti membebaskan, ASI mengurangi risiko terkena kanker ovarium maupun payudara.
Walau terbukti sangat bermanfaat, wanita kulit putih tidak tertarik. Memang 69 persen kaum wanita bersedia memberi ASI. Namun, 21 persen di antara mereka berhenti pada malam keempat dan 36 persen berhenti pada minggu keenam.
Masih menurut penelitian BBC, hanya 67 persen wanita kulit putih yang bersedia memberi ASI. Jumlah itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan perempuan Asia atau Afrika, tepatnya kulit hitam. Pemberian ASI pada perempuan Asia mencapai 87 persen, sementara kulit hitam 95 persen.
ASI dan susu botol
Untuk menyiasati pemberian ASI, banyak ibu bekerja yang kemudian mencoba mengombinasikan ASI dengan susu botol. Kombinasi seperti ini memang tidak dilarang. Namun, harus dilakukan dengan sangat hati-hati. ASI tercipta sebagai respons langsung atas kebutuhan makan si bayi. Karena itu, memberikan susu botol di tengah-tengah pemberian AS dikhawatirkan memengaruhi persediaan ASI.
Walau begitu, kombinasi ini masih memungkinkan sejauh dikonsultasikan sungguh-sungguh dengan ahli kesehatan. Namun, akan jauh lebih baik jika diberikan pada saat pemberian ASI sudah benar-benar mapan sehingga ASI tidak terkena dampak dari susu formula. Saat terbaik penggabungan ini setelah minggu kelima atau keenam. Selain itu, disarankan memberikan ASI terlebih dulu baru susu botol untuk mencegah berkurangnya jumlah pasokan ASI.
ASI Eksklusif demi Sang Anak
Kebahagiaan dan kebanggaan tidak terkira dirasakan ibu jika berhasil menyusui bayinya, khususnya setelah hamil anak pertama. Sebab, air susu ibu alias ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi. Kunci kesuksesan menyusui adalah rasa cinta, ketekunan, kesabaran, percaya diri, disertai penerapan manajemen laktasi yang baik.
Sejumlah ibu yang baru memiliki bayi mengaku terpaksa memberikan susu formula lantaran harus kembali bekerja. Produksi ASI pun menurun lantaran kelelahan setelah seharian bekerja. Selain itu, banyak di antara mereka yang mengalami gangguan dalam menyusui, seperti bayi tidak mau disusui, saluran ASI tersumbat.
"Sebenarnya bekerja bukan alasan bagi kita untuk berhenti menyusui," kata Upik, karyawati swasta di Jakarta Pusat. Sejak awal, ia telah bertekad untuk memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan kepada bayinya. Hal ini bertujuan meningkatkan daya tahan tubuh si kecil dari berbagai penyakit.
Agar tetap dapat memberikan ASI kendati tidak secara langsung, ia selalu memerah ASI dengan menggunakan pompa elektrik sebanyak dua kali selama bekerja di kantor. "Karena kantor tidak memiliki ruang untuk memerah ASI, saya terpaksa memerah ASI di kamar kecil yang jarang dipakai," ujarnya.
ASI perah itu dimasukkan ke dalam botol dan disimpan dalam lemari pendingin yang ada di kantornya. Untuk menjaga kebersihan wadah penyimpanan maupun alat pompa ASI, ia pun menyimpan alat sterilisasi di tempat kerjanya. "ASI perah itu biasanya untuk keesokan harinya," ujarnya.
Saat hampir berusia enam bulan, anaknya mulai diberi makanan pendamping ASI. "Saya sebenarnya ingin terus memberikan ASI, tapi anak saya enggak mau sendiri, sudah pengin dapat makanan tambahan. Jadi, ya terpaksa sekarang ia diberi susu formula. Padahal, sebenarnya ASI saya masih lancar, tidak kering," kata Upik.
Sementara Ny Lia, warga Serpong yang bekerja di kawasan Palmerah, Jakarta, dengan bangga menuturkan bahwa ketiga anaknya mendapatkan ASI eksklusif minimal selama enam bulan. Hal ini dilandasi keinginannya agar ketiga anaknya tumbuh kembang optimal, tidak mudah sakit dan cerdas. "Buktinya, ketiga anak saya jarang sakit. Paling hanya pilek, itu pun cepat sembuh," ujarnya.
Untuk itu, ia setiap hari memerah ASI dengan menggunakan tangan sebanyak dua sampai tiga kali di kantornya. ASI perah itu kemudian disimpan di dalam kantong es berlapis dua dan diletakkan dalam lemari pendingin. "Anak pertama saya hanya mendapat ASI sampai usia enam bulan karena saya keburu mengandung lagi. Tapi kedua adiknya mendapat ASI sampai hampir setahun," kata Lia.
ASI eksklusif enam bulan
Menyusui adalah suatu proses yang terjadi secara alami. Jadi, jarang sekali ada ibu yang gagal atau tidak mampu menyusui bayinya. Meskipun demikian, menyusui juga perlu dipelajari, terutama oleh ibu yang baru pertama kali memiliki anak agar tahu cara menyusui yang benar.
Kendati prosesnya alami, kemampuan ibu memberi ASI tidak datang tiba-tiba. Ada serangkaian proses yang turut memberi andil dalam kelancaran pemberian ASI, mulai dari persiapan fisik sampai batin calon ibu. Makin dini bayi disusui, maka kian cepat dan lancar proses menyusui si kecil.
Kualitas dan kuantitas produksi ASI juga perlu dijaga agar perkembangan fisik dan mental bayi bisa optimal. Caranya antara lain dengan mengonsumsi makanan bergizi, terutama sayuran, minum cairan, cukup beristirahat dan sering menyusui, serta memijat payudara. Jika jarang disusukan, produksi ASI dikhawatirkan akan menurun.
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi baru lahir mendapat ASI eksklusif (tanpa tambahan apa-apa) selama enam bulan. Sebab, menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia DKI Jakarta (IDAI Jaya) dr Badriul Hegar SpA (K), ASI adalah nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan optimal.
Tidak ada jadwal khusus yang bisa diterapkan untuk pemberian ASI pada bayi. Jadi, ibu harus siap setiap saat bayi membutuhkan ASI. Akibatnya, jika ibu diharuskan kembali bekerja penuh di luar rumah sebelum bayi berusia enam bulan, pemberian ASI eksklusif ini tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Maka, Akida M Widad, Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam artikelnya menuturkan, sejumlah negara memberikan kelonggaran kepada ibu hamil dan melahirkan. Di Inggris ibu yang hamil dan melahirkan bisa mendapatkan cuti 40 minggu. Di Denmark, ibu mendapat cuti empat atau delapan minggu sebelum melahirkan dan 14 minggu sesudah melahirkan ditambah 10 minggu cuti untuk merawat bayi.
Di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu, kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar rumah. Kondisi fisik dan mental yang lelah setelah bekerja sepanjang hari telah menghambat kelancaran produksi ASI.
Kendati demikian, hal itu tidak berarti kesempatan ibu yang bekerja untuk memberi ASI eksklusif kepada bayinya hilang sama sekali. Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif bagi sang buah hati. Selain diberikan secara langsung, yakni dengan menyusui si kecil, ASI juga dapat diberikan secara tidak langsung dengan cara memberikan ASI perah.
Asi perah
Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara memerah, menyimpan dan memberikan ASI perah ini sebaiknya dikuasai para ibu. Klinik Laktasi Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, menyarankan agar para ibu menyiapkan ASI perah minimal dua hari sebelum mulai bekerja dan meninggalkan bayi. ASI sebaiknya diperah setiap tiga jam karena produksi susu akan makin melimpah jika sering dikeluarkan.
ASI pada dasarnya dapat diperah melalui tiga cara, yakni menggunakan tangan, alat secara manual, atau memakai alat pompa elektrik. Namun, bila dilihat dari sisi ekonomis dan kepraktisan, memerah ASI dengan tangan lebih unggul dibandingkan dua cara yang lain dan bisa melakukannya kapan saja tanpa bantuan alat kecuali wadah yang bersih untuk menampung ASI.
Cara apa pun yang dipilih, faktor kebersihan harus tetap diperhatikan. Sebelum memerah ASI, cucilah tangan Anda dengan sabun dan air hingga bersih dan sediakan wadah tertutup yang bersih dan steril untuk menampung ASI. Kemudian, perah sedikit ASI lalu oleskan pada puting dan areola karena air susu ibu mengandung zat antibakteri.
Pada masa-masa awal, ibu tidak perlu putus asa jika jumlah ASI yang diperoleh tidak sebanyak yang diinginkan. Sebab, untuk menjadi terampil memerah ASI memang butuh waktu dan latihan. Karena itu, ibu sebaiknya berlatih memerah ASI sekitar satu minggu sebelum kembali bekerja. Selama di tempat kerja, ibu dianjurkan memerah ASI sebanyak dua sampai tiga kali di tempat yang tenang.
Wadah untuk menampung ASI perah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah disterilkan, misalnya botol atau cangkir tertutup rapat yang terbuat dari plastik atau gelas, tahan dimasak dalam air mendidih, dan mempunyai mulut lebar agar ASI yang diperah dapat ditampung dengan mudah. Bila ASI tidak langsung diberikan, pastikan penyimpanannya aman dari kontaminasi dan berikan label waktu pemerahan pada setiap wadah ASI perah.
Jika ASI perah akan diberikan kurang dari enam jam pada bayi, ASI tersebut tidak perlu disimpan dalam lemari es. Dalam buku Kiat Sukses Menyusui, ibu disarankan untuk tidak menyimpan ASI di suhu kamar lebih dari tiga atau empat jam. ASI perah tahan enam sampai delapan jam di ruangan bersuhu kamar, 24 jam dalam termos berisi es batu, 48 jam dalam lemari es dan tiga bulan dalam freezer.
Sebelum diberikan kepada bayi, ASI yang dibekukan dicairkan terlebih dulu dan diletakkan dalam ruangan dengan suhu kamar. Kemudian, wadah berisi ASI itu direndam dalam air hangat sebelum diberikan kepada bayi. ASI sebaiknya diberikan dengan cangkir atau sendok agar bayi bisa mengisap ASI sedikit demi sedikit. Seusai diberi ASI, bayi dipegang dalam posisi tegak agar sendawa.
Pemberian ASI perah dengan sendok atau cangkir sebaiknya diberikan orang lain, bukan ibu bersangkutan. Ini untuk menjaga konsistensi sehingga bayi tidak mengalami bingung puting. Selain itu, sisa susu yang tidak dihabiskan bayi sebaiknya tidak disimpan atau dibekukan ulang agar bayi terhindar dari risiko terserang diare.
Selain penerapan manajemen, laktasi itu juga harus disertai dukungan semua pihak agar upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan bisa berhasil. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan menyusui, terutama suami, dengan membantu tugas rumah tangga agar ibu yang menyusui tidak kelelahan, dan bantuan tenaga yang menjamin keamanan si kecil ketika ditinggal bekerja.
Adanya "tempat kerja sayang ibu" yang mendukung proses laktasi di tempat kerja juga mempermudah ibu bekerja memberi ASI eksklusif selama enam bulan. Contohnya, dengan menyediakan ruang untuk menyusui atau memerah ASI dan tempat penitipan bayi, memberi kesempatan ibu menyusui atau memerah ASI setiap tiga jam. ***
Penulis: Evy Rachmawati dan Rien Kuntari
Thursday, March 11, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment