Taken From : milis asiforbaby
Tahukah Ibu, kapan menyusui harus dilakukan pertama kali?
"Saya bahagia punya bayi. Saya ingin sekali menyusuinya sampai usia setahun, bahkan dua tahun." Tapi apa yang terjadi? Baru sebulan saja, produksi ASI berhenti. Ibu mana yang tak sedih, bahkan mungkin merasa
kurang berharga karena tidak dapat memberikan manfaat ASI kepada bayinya. Sementara banyak ibu lain dengan persiapan biasa-biasa saja
dapat lancar menyusui. Kadang, sampai tumpah ruah produksi ASI-nya.
Mengapa bisa demikian?
Sebenarnya, baik menyusui dan menyusu merupakan aktivitas yang
kompleks bagi ibu dan bayi. Di tengah jalan, prosesnya bisa saja
mengalami hambatan. Persoalan ini dialami banyak ibu. Kadang faktor
penyebabnya terlalu samar dan coba dinafikan oleh yang bersangkutan.
Apa saja persoalan itu, kami merangkumkan 9 yang paling banyak
ditemui pada pengunjung Klinik Laktasi, RS St. Carolus, Jakarta
Pusat, tahun 2006. Semoga tulisan ini membantu Ibu mencari jalan
keluar dari masalahnya.
1. Merasa ASI kurang
Para ibu yang merasa ASI-nya kurang menduduki peringkat utama atau
yang terbanyak. Tercatat sekitar 464 ibu yang mengeluhkan masalah ini
ke Klinik Laktasi RS St. Carolus. Faktor penyebabnya ternyata lebih
bersifat psikologis (emotional factor). Yakni, ibu merasa produksi
ASI kurang, padahal sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan bayi.
Ketidakpedean ibu sebenarnya bisa diatasi dengan diberi motivasi agar
ibu lebih yakin bahwa ia bisa memproduksi ASI sesuai kebutuhan bayi.
Termasuk ibu yang ingin menyusui bayi kembar, sebenarnya kebutuhan
ASI akan tercukupi.
Ada beberapa langkah untuk meningkatkan produksi ASI, di antaranya:
* Pastikan ibu menyusui dengan posisi yang benar dan perlekatan yang
baik.
* Memberikan kesempatan pada bayi untuk menyusu sesering mungkin dan
sesuai keinginan bayi (on demand). Kalau dihitung secara umum, dalam
sehari bisa 10-12 kali menyusu.
* Bayi tidak diberikan dot/empeng.
* Pastikan ibu mendapatkan asupan makanan bergizi dan minum yang
cukup.
* Usahakan untuk selalu relaks dan cukup istirahat.
* Jangan lupa skin to skin contact, misalnya saat tidur bersama bayi
atau saat mengganti popoknya bila buang air kecil/besar.
2. Kurang memahami penatalaksanaan laktasi
Tercatat 307 ibu yang kurang paham soal ini. Padahal penjelasan
informasi tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya seharusnya
dimulai sejak masa kehamilan (usia kandungan 32 minggu/antenatal
preparation), lalu pada masa bayi lahir sampai berusia 2 tahun.
Termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.
Menyusui bayi dalam 30 menit setelah melahirkan, yang dilakukan di
ruang bersalin juga menentukan kelancaran proses berikutnya. Apabila
ibu menjalani operasi sesar pun bayi tetap disusui segera setelah
lahir, kecuali ada kendala medis. Tujuannya untuk memberikan
perangsangan sesegera mungkin pada payudara agar kegiatan produksi
dan pengaliran ASI berjalan mulus. Bayi pun dilatih menggunakan
refleks mengisapnya sesegera mungkin agar dapat menyusu dengan
lancar. Biasanya pada proses menyusu pertama kali, bayi memang tidak
langsung mendapat ASI. Ada yang baru pada hari ke-3 ASI mengalir ke
luar. Nutrisi yang dibawa bayi dari kandungan membuatnya mampu
bertahan hidup selama menunggu ASI keluar.
Manajemen laktasi juga mencakup bagaimana cara menyusui yang benar
dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas
indikasi medis. Diharapkan ibu tak memberikan makanan atau minuman
apa pun selain ASI kepada bayi baru lahir. Ini juga termasuk tidak
memberikan dot atau empeng kepada bayi yang diberi ASI perah.
Sayang, banyak ibu baru mengetahui manajemen laktasi setelah
melahirkan. Alhasil, mereka kerap mengalami berbagai kendala
menyusui. Misal, kesulitan mencari posisi menyusui yang tepat,
kendala payudara bengkak dan sebagainya. Bila ibu sudah paham
manajemen laktasi sejak hamil, tentu persoalan menyusui diharapkan
takkan ditemui. Kalaupun ada kendala, masalahnya tak sampai berat dan
dapat diatasi segera. Dengan begitu, ibu pun bisa lancar memberikan
ASI eksklusif pada si kecil.
3. Relaktasi
Relaktasi adalah suatu keadaan dimana ibu yang telah berhenti
menyusui ingin memulainya kembali. Ada beberapa situasi yang
mendorong dilakukannya relaktasi, di antaranya:
* Bayi sakit dan sudah lama tak menyusu pada ibu.
* Bayi sudah diberikan makanan pendamping, tapi ibu ingin kembali
menyusui.
* Ibu menderita sakit sehingga berhenti menyusui.
* Ibu merasa bersalah lantaran memberikan susu botol, padahal ASI
adalah yang terbaik bagi bayi.
Sepanjang 2006, terjadi peningkatan jumlah ibu yang melakukan
relaktasi di RS St Carolus, yakni sekitar 198 ibu. Akan tetapi,
proses relaktasi tidaklah selalu mudah. Perlu ketekunan dan kesabaran
ibu. Apalagi bayi yang sudah lama tak menyusu, tentu akan mengalami
bingung puting. Proses relaktasi kadang harus menggunakan alat
suplementer berupa pipa plastik atau slang yang diletakkan dekat
puting payudara sehingga lama-kelamaan bayi akan beralih menyusu
lagi. Dengan usaha yang terus-menerus, motivasi yang kuat, konsisten
serta relaktasi lebih dini, kemungkinan untuk berhasil akan lebih
tinggi.
4. Sudah mendapat prelacteal feeding
Maksudnya ibu memberikan makanan atau minuman lain selain ASI terlalu
dini (di bawah 6 bulan). Contoh, bayi diberi air putih, air gula,
bahkan susu formula. Tercatat sekitar 186 ibu yang berkonsultasi ke
klinik laktasi mengaku melakukan hal ini. Mereka umumnya kurang
memahami penatalaksanaan laktasi yang benar sehingga memberikan
makanan/minuman lain selain ASI.
Kekurangpahaman ibu akan manajemen laktasi juga berkaitan dengan
banyak tempat bersalin/rumah sakit yang kurang peduli akan manfaat
ASI. Para ibu yang melahirkan di sana dan ASI-nya tidak/belum keluar
tidak didukung oleh petugas kesehatan yang malah memberikan air putih
atau susu formula. Selain kehilangan manfaat ASI sejak fase
kolostrum, bayi pun akan menghadapi masalah seperti bingung puting.
Ibu sendiri mengalami payudara bengkak karena tidak menyusui. Umumnya
ibu yang menyadari bahwa pemberian prelakteal tak ada gunanya karena
malah akan mengganggu proses menyusui, berusaha untuk melakukan
relaktasi.
5. Ibu bekerja
Para ibu bekerja umumnya paling sering mengalami persoalan manajemen
laktasi. Terutama ketika sudah harus kembali bekerja. Tentu saja ASI
perah adalah jawabannya. Memerah di mana? Rancanglah pojok yang
nyaman dan memenuhi privasi di ruangan kantor. Lakukan setelah makan
siang, sebelum jam istirahan habis. Gunakan jari atau alat perah.
Jangan lupa, bawa wadah ASI (bisa berupa beberapa botol susu bayi).
Tanpa pendinginan atau di suhu ruangan, ASI bisa bertahan selama 6
jam. Hitunglah lamanya waktu kerja setelah memerah dan perjalanan
pulang ke rumah, apakah masih kurang dari 6 jam? Kalau lebih, bawalah
termos es atau sediakan kulkas portabel di bawah meja kerja supaya
ASI dapat bertahan lebih lama.
6. Kelainan ibu
Yang dimaksud adalah persoalan fisik seputar menyusui, misal puting
lecet karena digigit, payudara bengkak, mastitis, dan abses. Yang
cukup sering terjadi, kasus puting lecet karena posisi bayi menyusu
kurang tepat, atau bayi menggigit puting, yang tentunya membuat ibu
merasa sakit. Akhirnya, banyak ibu memutuskan berhenti menyusui.
Sebenarnya ibu tak usah berhenti menyusui, karena berikutnya akan
muncul masalah baru lagi yaitu payudara bengkak. Yang perlu
diperbaiki adalah posisi menyusui. Lecet pada puting dapat sembuh
dengan sendirinya bila masih ringan. Akan lebih membantu jika luka
tersebut diolesi ASI sedikit. Jika parah sampai timbul
mastitis/abses, mintalah saran dan obat dari dokter.
Nah ada beberapa cara agar masalah ini bisa teratasi, di antaranya:
* Berikan perhatian pada bayi terutama saat ia menyusu agar terjalin
perlekatan yang baik.
* Bila bayi tampak mengubah posisi mulutnya dan bersiap menggigit,
segera lepaskan payudara dengan memasukkan jari kelingking ke sudut
mulutnya sehingga pengisapan terhenti.
* Pindahkan bayi dari payudara sehingga bayi tak berada pada posisi
menyusu lagi.
* Dorong bayi lebih mendekat ke payudara hingga hidungnya terhalang
dan ia melepas puting untuk bernapas dengan mulutnya. Sedikit
trik "jahil" ini tidak mengapa dilakukan pada bayi demi melindungi
puting dan kelancaran proses menyusui berikutnya.
7. Kelainan bayi
Keluhan bayi sakit di klinik Latasi RS St Carolus cukup banyak
terjadi. Akibatnya, bayi sulit mendapat ASI eksklusif karena harus
mengonsumsi obat. Memang demikian kondisinya, namun ibu dianjurkan
untuk terus memberikan ASI selama si kecil sakit, bahkan jika ia
harus dirawat di rumah sakit. Jika ibu tak dapat mendampingi bayinya
setiap saat, titipkan susu perahan sebanyak yang diperlukan sampai
ibu datang menjenguk kembali kepada perawat yang menjaga dan mengurus
bayi. Mintalah padanya untuk memberikan ASI dengan sendok.
8. Kurang motivasi ibu/keluarga
Kurangnya motivasi baik dari ibu sendiri ataupun keluarga juga
menyebabkan proses menyusui terganggu. Misalnya, ketika si bayi rewel
terus, ia langsung diberi susu formula atau pakai dot supaya anteng.
Keluarga kurang mendukung untuk proses pemberian ASI sehingga ibu pun
tidak memiliki motivasi yang kuat untuk memberi ASI secara eksklusif
kepada bayinya. Untuk itu, keluarga pun setidaknya perlu mendapatkan
informasi atau manajemen ASI sehingga program ASI ekslusif bisa
dilakukan.
9. Berat badan turun
Beberapa ibu mengeluhkan berat badan bayinya turun atau tidak naik
secara cepat. Hal ini membuat ASI sering dipojokkan sebagai biang
keladi bayi tak tampak gemuk. Sebenarnya, tak masalah BB bayi turun
sedikit atau naik secara perlahan selama angkanya masih dalam batas
kurva BB normal. Jika masih sesuai dengan grafik pertumbuhan, bayi
masih dikatakan sehat. Perlu diketahui, umumnya berat badan lahir
bayi akan turun pada minggu-minggu pertama. Jadi ibu tak perlu
khawatir.
Hilman Hilmansyah. Foto: Iman/NAKITA
Thursday, March 11, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment